PARTAI POLITIK ISLAM



Pemilu 1955 diikuti oleh empat partai Islam. Pemilu ini merupakan satu-satunya pemilu yang berlangsung secara bebas dan demokratis dalam sejarah Indonesia. Sekalipun kaum muslimin merupakan 90% penduduk Indonesia, tetapi parpol Islam yang ikut serta dalam pemilu hanya menda-patkan kurang dari separuh suara yang masuk.
Golongan Islam abangan tidak mendukung parpol Islam, sebaliknya mereka mendukung partai nasionalis Indonesia (PNI) dan partai komunis Indonesia (PKI).
Mayoritas kaum muslimin memilih Masyumi dan NU. Masyumi mendapatkan 57 kursi dari
260 kursi di parlemen, sedangkan NU mem- peroleh 45 kursi saja. Suara NU itu diperoleh dari basis-basis  NU  di  Jatim  dan  Jateng.  Adapun  Masyumi  merata  disebagian  besar  wilayah

Indonesia. Masyumi juga mendapat dukungan dari Muhammadiyah di Jateng dan Jabar serta pendukung lainnya yang bertebaran di propinsi lain.
Masyumi selalu   menjadi anggota paling menonjol dalam kabinet   pemerintahan pertama yang  dibentuk  sejak  1948  dan  seterusnya.  Kemu-dian  memperoleh  kursi  Perdana  Menteri berulang  kali.  Sekalipun  kekuatannya  semakin  bertambah  setelah  pemilu  1955,  tetapi  pada periode selanjutnya mengalami kemerosotan. Partai ini terlibat di dalam gerakan daerah melawan pusat yang disponsori oleh Darul Islam. Perlawanan ini ditumpas oleh pemerintah pusat dan militer hingga keakar-akarnya. Masyumi juga beroposisi terhadap presiden Soekarno yang berkolaborasi dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). Dengan bersikap oposan seperti  itu, Masyumi akhirnya ikut serta dalam gerakan-gerakan revolusioner di   Sumatera   (PRRI) dan Sulawesi Selatan (Per-mesta). Tokoh-tokoh Masyumi yang menonjol bergabung dengan peme- rintahan revolusioner di Sumatera Barat pada awal 1958. Pembelotan inilah yang dijadikan alasan oleh Jendral Abdul Haris Nasution untuk menumpas seluruh cabang Masyumi di daerah-daerah basis pemberontak pada tahun yang sama. Dua tahun kemudian, tahun 1960, Soekarno melarang aktivitas partai ini untuk selamanya.
Soekarno dan Nasution memaksakan didirikannya suatu pemerinta-han koalisi dan secara diktatorial mengharuskan kembali kepada UUD 45, serta menyatukan tiga parpol, yaitu PNI, PKI dan NU dalam koalisi pemerintahan. Masyumi menjauhkan diri dalam koalisi tersebut dan tetap menjadi oposisi tunggal dalam menentang pemerintah yang beralih kepada demokrasi terpimpin.


EmoticonEmoticon