Salah satu organisasi kecil tetapi
sudah lama memiliki
peran positif dalam situasi baru yang sedang
bergolak, adalak HMI. Organisasi ini secara prinsip
mempunyai hubungan dengan Masyumi, tetapi pada dasawarsa
1950-an, HMI melepaskan diri secara resmi dari Masyumi,
sekalipun tetap memiliki hubungan erat secara emosional. Di bawah pemerintahan Soekarno, HMI mulai menunjukkan tradisi
baru dengan bersikap
oposan pada pemerintah.
HMI merupakan organisasi mahasiswa paling kuat di negeri ini. Dari organisasi inilah muncul banyak tokoh-tokoh Islam dan tokoh-tokoh cendekiawan
Indonesia dewasa ini. Pada tahun-tahun terakhir demokrasi
terpimpin, organisasi
ini menghadapi serangan terus menerus dari kelompok kiri, yang dengan
segala daya berusaha menyulut perselisihan antara HMI dan Masyumi, tetapi tidak berhasil.
Setelah Soeharto berkuasa
tahun 1965, organisasi ini merupakan pelopor pemben-tukan front kesatuan aksi mahasiswa yang memperoleh dukungan di kota-kota besar untuk membantu militer
dalam melawan komunis. HMI tidak beraliansi
ke partai politik manapun,
juga tidak menjadi bagian dari Partai Persatuan
Pembangunan. Mereka tetap memelihara
indepen-densinya, tetapi menjalin kerjasama dengan pemerintah.
Pada pertengahan dasawarsa 1970-an,
HMI menunjukkan kemahi-rannya
yang hebat dalam menghadapi NKK (Normalisasi Kehidupan
Kampus). Tokoh-tokoh
cendekiawan muslim yang
menonjol dahulunya adalah aktivis dari organisasi ini atau pemimpinnya.
Organisasi ini banyak berhasil dalam melakukan kerjasama dengan pemerintah, misalnya Abdul
Ghafur
menjadi
menteri pemuda dan Olah Raga, demikian pula Akbar Tanjung
yang menjadi wakil ketua
Golkar.
Di antara organisasi
Islam yang ada, maka HMI adalah satu-satunya
organisasi yang dengan
keras menentang pemaksaan asas tunggal diberlakukan pada organisasinya. Setelah muktamar nasional tahun 1983, seringkali HMI melontarkan penolakan
secara total terhadap tuntu-tan
pelaksanaan asas tunggal
bagi
organisasinya, sekalipun berkali-kali mendapat ancaman dari
Abdul Ghafur, mantan ketua HMI Cabang Jakarta. Namun tekanan dan ancaman ini akhirnya berhasil
menaklukkan sebagian besar cabang-cabang HMI di daerah
dan membuat cabang-cabang
sisanya tunduk di bawah tekanan. Berdasarkan kenyataan ini, maka dibuatlah
pengurus-pengurus cabang baru sebagai tandingan bagi pengurus lama, sehingga penerimaan asas tunggal lebih
bersifat rekayasa daripada
ketulusan. Oleh karena itulah banyak rekayasa, intervensi
dan pemaksaan dilakukan terhadap pengurus-pengurus cabang, sehingga tatkala mereka mengadakan muktamar tahun 1986, HMI bersedia
mene-rima asas tunggal. Beberapa
saat sebelum muktamar
ini dilakukan, Jend. Beny Murdani mengumumkan,
bahwa organisasi apa saja yang menolak Pancasila harus memikul resiko dan pergi meninggalkan Indonesia.
Meskipun demikian,
beberapa cabang yang ada di berbagai perguruan tinggi di kota-kota besar
memisahkan diri dari organisasi pusat, dan tidak mau menerima hasil kongres
bahkan mendirikan organisasi tandingan
yang disebut MPO (Majelis Penyelamat Organisasi) dan mengaku mempunyai pendukung sebanyak 23.000 anggota.
EmoticonEmoticon