Pada saat kaum muslimin merasa dirinya unggul, ternyata mereka mengalami kegagalan
besar dalam bidang perdagangan dan perindus-trian. Harta kekayaan mereka
hancur sejak republik ini
diproklamirkan, dan baru dapat dibangun kembali sekitar 20 tahun terakhir
ini. Ini semua disebabkan oleh faktor sejarah.
Penyebab kehancuran ekonomi ini mempunyai akar sejarah yang panjang, yaitu persaingan mereka dengan Cina.
Sejak abad 19
kaum
muslimin
bergerak dibidang perdagangan kecil-kecilan, dan memproduksi
barang-barang sederhana serta melakukan pemberian
kredit pada
para
petani.
Namun usaha mereka ini menghadapi persaingan
berat dari pengusaha-penguasaha Cina yang
lebih kuat dan lebih mampu.
Organisasi politik yang pertama kali didirikan oleh umat Islam adalah Sarikat Dagang Islam
(SDI) pada tahun 1909, kemudian berubah menjadi Syarikat
Islam pada tahun 1912. Salah satu tujuan organisasi ini adalah
menghadpi
persaingan dengan
Cina. Pada tahun-tahun pertama berdiri Republik Indonesia, program
pemerintah berkisar
pada upaya pemerintah memperkuat
posisi pribumi menghadapi Cina. Tetapi keadaan ekonomi secara umum, utamanya kenaikan-
kenaikan harga menyebabkan
tidak berhasilnya upaya pertumbuhan ekonomi. Politik yang paling populer yaitu politik
Benteng (1950-1958),
yang
bertujuan memberikan kemudahan-kemudahan kepada importir pribumi mendapatkan
berbagai fasilitas, selama badan-badan usaha pribumi tersebut tidak terdapat
saham Cina didalamnya. Namun dengan
cepat program ini diseleweng-
kan. Partai-partai politik yang mempunyai pengaruh besar di tubuh pemerintah mengeluarkan lisensi kepada kolega-kolega dekatnya lalu menjual lisensi itu pada orang lain. Pada saat politik Benteng ini diha-puskan tahun 1958 tidak satupun industri
dan perusahaan-perusahaan pribumi
yang lebih baik keadaannya dari semula. Di bawah demokrasi
terpimpin yang menjadikan negara sebagai kendali ekonomi ternyata tidak mampu membangkitkan semangat mereka untuk menjadi
tuan di negerinya sendiri di bidang perekonomian.
Dengan lahirnya Orba, para
politikus yang
menentang sistem
ekonomi di
bawah pemerintahan demokrasi terpimpin, yang umumnya mereka adalah orang-orang Masyumi, menginginkan perubahan dari ekonomi yang dikendalikan
oleh negara kearah ekonomi bebas. Hal ini hanya terjadi dalam hal-hal tertentu dan pada saat bersamaan,
Indonesia mem-buka pintu
selebar-lebarnya bagi penanaman modal asing, di
samping mempergunakan bantuan-bantuan
asing untuk mengimpor barang-ba-rang konsumtif. Banyak jenderal dan tentara yang memegang posisi di dalam pemerintahan,
berkolusi dengan tokoh-tokoh pengusaha
Cina. Kolusi ini berlangsung pada masa berlakunya pemerintahan demokrasi terpimpin. Mereka melakukan
semua ini untuk memperoleh sumber-sumber pendapatan negara disamping untuk kepentingan pribadi.
Perusahaan-perusahaan
pribumi mengalami pukulan hebat, sehingga tidak sanggup lagi bersaing dengan barang-barang konsumtif import yang begitu tinggi.
Lebih-lebih kurangnya
fasilitas dan akses ke bank-bank pemerintah. Gerakan oposisi
yang ditampilkan kelompok maha-
siswa dan kaum terpelajar pada tahun 1973 dan 1974 adalah pencermi-nan
dari kegagalan yang sejak semula diharap-harap
oleh tokoh-tokoh nasionalis. Salah seorang tokoh Masyumi,
Syafruddin Prawiranegara, mantan Mentri Keuangan dan Gubernur Bank Central adalah salah seorang tokoh yang menonjol
dalam memberikan kritik terhadap
kebija-kan ekonomi pemerintah pada awal dasawarsa 1970-an,
tetapi peme-rintah Soeharto menjawab kritikan
tersebut dengan mengadakan revolusi
politik yang kemudian menghasilkan gerakan oposisi pada tahun 1974, yang bertujuan melindungi
kepentingan tokoh-tokoh aktivis nasionalis. Kemudian terbukti di belakang hari, bahwa orang-orang yang menuai hasil dari gerakan
ini hanyalah mereka yang
dekat dengan militer dan tokoh-tokohnya.
Di bawah orde baru terdapat sejumlah kecil keluarga yang mempe-roleh
peluang besar di dalam mengemudikan
rencana bisnisnya, seperti
memiliki
saham-saham
pada beberapa
perusahaan penanaman modal,
baik
di
dalam
maupun
di
luar
negeri.
Disisi
lain
mereka
melakukan kolusi dengan tokoh-tokoh pengusaha
Cina dalam pengembangan
perekonomi-an. Contoh yang paling jelas merajalelanya
kapitalisme di zaman orde baru, adalah keluarga Soeharto sendiri. Kenyataan ini sama sekali tidak mendekatkan jurang
pemisah antara
kelas menengah kaum
muslimin dan golongan buruh kecil yang merasa dirinya jauh dari kegemerlapan ekonomi. Yang dapat menikmati kemajuan ekonomi hanyalah kalangan keluarga pembesar
Indonesia dan konglomerat Cina.
Ekonomi di
zaman orde baru
perkembangannya tidak
terlepas
dari akar sejarah lama, segolongan kaum militer mengambil harta kekayaan dari tauke-tauke besar seperti
Liem Swi liong dan Bob Hasan, dua orang sahabat dekat Soeharto,
dengan cara tidak langsung berhubungan dengan Soeharto dan anggota keluarga lainnya.
EmoticonEmoticon