NASEHAT-NASEHAT

Ulama' sekaligus da'i produktif asal Mesir yang wafat tahun 1996, Syaikh Muhammad al-Ghazali bercerita, “Seorang wanita berpakaian ‘tak pantas’ masuk ke kantorku. Aku sedikit risih saat melihat penampilannya pertama kali. Namun dari tatapan matanya ia tampak sedih dan keb ingungan. Wanita ini patut dikasihani, pikirku. Aku pun duduk, mendengarkan keluh-kesah yang ia sampaikan kepadaku dengan seksama.

Dari sela-sela obrolan tersebut aku tahu bahwa wanita itu adalah pemudi Arab yang mengeyam pendidikan di Prancis, dan nyaris tak mengenal sedikitpun tentang Islam, agama yang ia peluk. Kepadanya, aku berusaha menerangkan hakikat Islam, menjawab sejumlah syubhat dan pertanyaan yang ia ajukan. Serta mengungkap berbagai kedustaan yang disampaikan para orientalis.

Tak lupa pula aku sampaikan terkait peradaban modern yang kerap memposisikan wanita sebagai ‘daging’ pemuas nafsu, yang tak mengenal keindahan, ketenangan, dan makna ‘iffah di dalam keluarga. “Izinkan aku suatu hari untuk kembali ke tempat ini menemuimu, Syaikh,” ujar sang wanita. Ia pun mohon pamit keluar.

Tak lama berselang seorang pemuda berpenampilan religius masuk membentakku, “Apa yang membuat wanita kotor seperti itu datang kemari!?”

Aku jawab, “Tugas seorang dokter adalah menyembuhkan orang yang sakit sebelum orang sehat.”

Ia menyela, “Kenapa kau tak menasehatinya memakai hijab!?”

Aku katakan, “Perkara yang dihadapi wanita tadi jauh lebih besar dari sekadar memakai atau melepas hijab. Ada proses yang harus dilalui, terkait esensi iman kepada Allah dan Hari Kiamat, menegaskan makna taat kepada wahyu yang tertuang dalam al-Quran dan as-Sunnah, serta pilar-pilar inti agama ini dalam aspek ibadah dan akhlak.”

Lagi-lagi ia memotong pembicaraanku. “Bukankah hal-hal tersebut sama sekali bukan halangan bagimu untuk menyuruhnya berhijab!?”

Dengan tenang aku berupaya menjelaskan, bahwa aku tak bisa berbahagia melihat wanita itu datang ke sini sedangkan hatinya sunyi dari keagungan Allah Tuhan yang Maha Esa, hidupnya tak mengenal yang namanya rukuk dan sujud. Sesungguhnya aku sedang berupaya menanam di hatinya sejumlah pondasi yang jika pondasi itu tertancap dengan kuat, dengan sendirinya membuat ia sadar pentingnya menutup aurat.

Saat pemuda tadi hendak memotong pembicaraanku untuk yang kesekian kalinya, aku berkata dengan tegas, “Aku tak mampu menarik orang kepada Islam melalui selembar kain sebagaimana yang kerap kalian lakukan. Namun aku berusaha menancapkan pondasi, lalu memulai membangun di atasnya, dan menyampaikan semuanya dengan penuh hikmah.”

Dua minggu kemudian wanita itu kembali mendatangiku dengan pakaian yang lebih baik dari sebelumnya. Ia menutup kepalanya dengan secarik kain tipis. Ia kembali bertanya tentang Islam, dan akupun kembali menjawab pertanyaan-pertanyaannya. Lantas aku bertanya, “Mengapa kau tak pergi ke masjid terdekat dari rumahmu (untuk menanyakan pertanyaan-pertanyaan ini)?”

Meski akhirnya aku menyesal mananyakan hal ini, karena aku teringat bahwa wanita-wanita itu terlarang untuk pergi ke masjid. Namun pemudi itu menjawab, “Aku membenci para da'i dan tak ingin mendengarkan ceramahnya.”

“Mengapa?” tanyaku penuh penasaran.

“Hati mereka keras, berwatak kasar. Mereka memperlakukanku dengan pandangan penuh kehinaan.”

Tiba-tiba aku teringat sosok Hindun bintu Utbah, istri Abu Sufyan Ra. Seorang wanita yang di masa kekufurannya membunuh secara sadis serta memakan jantung paman Nabi Sayyidana Hamzah Ra. Saat itu dia belum mengenal Rasulullah Saw. Namun setelah memeluk Islam dan mengenal Rasulullah Saw., ia mendekat dan mengucapkan sebuah kalimat yang menggetarkan hati:

يا رسول الله, والله ما كان على ظهر الأرض أهل خباء أحب أن يذلوا من أهل خبائك, وما أصبح اليوم على ظهر الأرض أهل خباء أحب إلي أن يعزوا من أهل خبائك

“Wahai Rasulullah, Demi Allah, dahulu tidak ada satu penghuni rumah pun di permukaan bumi ini yang aku ingin mereka terhina kecuali penghuni rumahmu. Namun sekarang tidak ada satu penghuni rumah pun di permukaan bumi ini yang aku ingin mereka mulia selain penghuni rumahmu.”

Sungguh cahaya cinta dan kasih sayang yang terpancar dari hati Rasulullah Saw. sanggup mengubah kondisi hati setiap orang yang melihatnya. Maka apakah para dai hari ini telah belajar dari sosok Nabinya, sehingga mereka menjadi dai yang menyatukan, bukan justru memecah-belah? Menjadi dai yang memberikan kabar gembira, bukan justru membuat orang-orang lari dari agama?

(Disarikan dari kitab al-Haqq al-Murr (Kebenaran yang Pahit) hal. 23 karya Syaikh Muhammad al-Ghazali).

🍃Assunnah Hadits 🍃

🍃Assunnah Hadits 🍃


🌸 Luasnya Pengampunan Allâh 🌸

Dari Anas Radhiyallahu anhu, aku mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa salam bersabda, Allâh ta'ala berfirman : "Wahai anak Adam, selama kalian mau berdoa dan berharap kepada-Ku, pasti Kuampuni dosa yang pernah kalian lakukan, dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam, Seandainya dosa kalian membumbung setinggi langit lalu kalian memohon ampun kepada-Ku, pasti Ku-ampuni. Wahai anak Adam, seandainya kalian datang kepada-Ku membawa kesalahan sepenuh bumi, asalkan tidak menyekutukan-Ku (berbuat syirik), pasti Aku mendatangimu dengan membawa ampunan sepenuh bumi pula." HR.Imam Tirmidzi no.3534

🌸 Faedah Hadits 🌸

🍃 Menjelaskan kepada kita luasnya ampunan Allâh ta'ala yang diberikan kepada hamba-hambaNya walaupun mereka lalai dengan kewajibannya sebagai seorang hamba kepada Rabbnya namun Allâh ta'ala senantiasa memberikan pintu ampunan kepada hamba-hambaNya yang senantiasa memohon ampun kepadaNya

🍃 Menunjukkan bahwa Rahmat dan Kasih Sayang Allâh ta'ala begitu luas kepada hamba-hambanNya yang senantiasa berharap ampunan kepadaNya

🍃 Dalil menjelaskan bahwa Allâh ta'ala memiliki sifat bicara dengan keagungan dan kemuliaanNya

🍃 Disyariatkannya doa dan doa adalah bagian dari ibadah kepada Allâh ta'ala

🍃 Dianjurkan untuk memperbanyak berharap dan memohon ampun kepada Allâh ta'ala

🍃 Keutamaan Berdoa dan memohon ampun kepada Allâh

🍃 Nasehat agar tidak berputus asa dari Rahmat Allâh ta'ala

🍃 Dalil menjelaskan bahwa Allâh memiliki sifat Alghaffar Yang Maha Pengampun

🍃 Dalil yang menerangkan bahwa Allâh ta'ala akan mengampuni segala dosa hambaNya kecuali Syirik kepada Allâh ta'ala

🍃 Menunjukkan bahayanya dosa Syirik  (beribadah selain kepada Allâh,Memohon doa selain kepada Allâh, melakukan ritual kesyirikan melalui perantara makhluk ghoib, mendatangi tukang sihir,peramal,dll) sampai-sampai Allâh tidak akan mengampuni dosa para pelakunya sebelum mereka bertaubat kepada Nya dengan taubat nasuha

🍃 Sifat Berharap sesuatu kepada Allâh ta'ala adalah merupakan ibadah hati kepadaNya yang tidak tampak

🍃 Anjuran untuk senantiasa memperbanyak istighfar hanya kepada Allâh ta'ala

🍃 Mengabarkan bahwa setiap manusia tidak luput dari dosa baik dosa kecil ataupun dosa besar

🍃 Mengajarkan kita untuk senantiasa mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wa salam dengan memperbanyak istighfar kepada Allâh, sebagaimana Rasulullah melakukan istighfar dalam sehari sebanyak 100 kali dan didalam riwayat hadits yang lain menjelaskan beliau beristighfar sebanyak 70 kali dalam setiap harinya

Allahu ta'ala a'lam
Madinah 13 Shofar 1439 H/2 November 2017 M
Ibnu Zulkifli

Kategori

Kategori